10 Hal Terkait Berhubungan suami-istri di bulan Ramadhan (Syariat dan Medis)
10 hal tersebut sebagai berikut:
[1] Hukuman berhubungan badan di siang hari bulan Ramadhan cukup berat
Jika melanggar kafarahnya adalah membebaskan satu orang budak (budak di zaman ini sangat sulit didapat), jika tidak maka puasa 60 hari berturut-turut, tidak boleh terputus, jika terputus maka diulangi dari awal lagi. Jika tidak mampu sama sekali (harus dicoba dulu) baru memberikan makan 60 orang miskin. Jika melakukan ini, kedua suami-istri batal puasanya dan yang wajib membayar kafarah menurut pendapat terkuat adalah suami.
Sebagaimana dalam hadits berikut, dari Abu Hurairah radhialahu ‘anhu,
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ . قَالَ « مَا لَكَ » . قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِى وَأَنَا صَائِمٌ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا » . قَالَ لاَ . قَالَ « فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ » . قَالَ لاَ . فَقَالَ « فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا » . قَالَ لاَ . قَالَ فَمَكَثَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – ، فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِىَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ – وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ – قَالَ « أَيْنَ السَّائِلُ » . فَقَالَ أَنَا . قَالَ « خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ » . فَقَالَ الرَّجُلُ أَعَلَى أَفْقَرَ مِنِّى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا – يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ – أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِى ، فَضَحِكَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ « أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ »
“Suatu hari kami pernah duduk-duduk di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian datanglah seorang pria menghadap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu pria tersebut mengatakan, “Wahai Rasulullah, celaka aku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang terjadi padamu?” Pria tadi lantas menjawab, “Aku telah menyetubuhi istri, padahal aku sedang puasa.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?” Pria tadi juga menjawab, “Tidak”. Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas diam. Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah kurma kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,“Di mana orang yang bertanya tadi?” Pria tersebut lantas menjawab, “Ya, aku.” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Ambillah dan bersedakahlah dengannya.” Kemudian pria tadi mengatakan, “Apakah akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota Madinah dari keluargaku. ” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tertawa sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Berilah makanan tersebut pada keluargamu.”[1]
[2] Ketika safar dan tidak puasa, boleh berhubungan badan di siang hari bulan Ramadhan
Pertanyaan diajukan kepada syaikh bin Baz rahimahullah,
س: ما حكم من جامع في نهار رمضان وهو صائم، وهل يجوز للمسافر إذا أفطر أن يجامع أهله؟
Apa hukum bagi orang yang berpuasa melakukan jima’ di siang hari Ramadhan? Apakah boleh bagi musafir jika berbuka (tidak puasa) melakukan jima’ dengan istrinya (di siang hari Ramadhan)?
ج: على من جامع في نهار رمضان وهو صائم صوما واجبا الكفارة، أعني كفارة الظهار مع وجوب قضاء اليوم، والتوبة إلى الله سبحانه مما وقع منه. أما إن كان مسافرا أو مريضا مرضا يبيح له الفطر فلا كفارة عليه ولا حرج عليه، وعليه قضاء اليوم الذي جامع فيه؛ لأن المريض والمسافر يباح لهما الفطر بالجماع وغيره، كما قال الله سبحانه: {فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ} وحكم المرأة في هذا حكم الرجل إن كان صومها واجبا وجبت عليها الكفارة مع القضاء، وإن كانت مسافرة أو مريضة مرضا يشق معه الصوم فلا كفارة عليها.
Jawaban:
Wajib bagi mereka yang melakukan jima’ pada siang hari Ramadhan berpuasa sebagai kafarah yaitu sebagaimana kafarah dzihar (salah satunya yaitu puasa dua bulan berturut-turut) dan wajib juga mengqhada puasa saat itu (total wajibnya, 2 bulan berturut-turut dan 1 hari). Wajib bertaubat kepada Allah subanahu atas apa yang terjadi padanya.
Adapun jika ia adalah seorang musafir atau sedang sakit, yang sakitnya membolehkan berbuka maka tidak ada kafarah serta tidak masalah baginya (berjima’ di siang hari ramadhan). Ia wajib mengqhada puasa pada hari itu. Karena orang yang sakit dan musafir boleh berbuka (membatalkan puasa) dengan jima’ atau yang lain (misalnya makan-minum).
Allah Ta’ala berfirman,
“Barangsiapa yang sakit atau sedang dalam perjalanan maka hendaknya mengganti pada hari yang lain.”
Hukum wanita sebagaimana laki-laki, jika puasa tersebut wajib (puasa Ramadhan) maka wajib melakukan kafarah dan qhada. Jika wanita tersebut sedang safar atau sakit dengan rasa kesusahan untuk berpuasa, maka tidak ada kafarah (jima’ di siang Ramadhan).[2]
[3] Tetap sah puasa ketika waktu subuh sudah masuk kemudian masih dalam keadaan junub
Karena keadaan junub bukanlah pembatal puasa
‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata,
قَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ فِى رَمَضَانَ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ غَيْرِ حُلُمٍ فَيَغْتَسِلُ وَيَصُومُ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjumpai waktu fajar di bulan Ramadhan dalam keadaan junub bukan karena mimpi basah, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa.”[3]
[4] Ketika berhubungan badan suami-istri di waktu sahur, kemudian terdengar adzan maka wajib menghentikannya saat itu juga dan puasanya sah
Imam An-Nawawi Rahimahullah berkata,
لو طلع الفجر , وهو مجامع فَنَزَعَ في الحال صحَّ صومُه
“jika telah terbit fajar (masuk waktu subuh) sedang ia dalam keadaan berjima’ kemudia ia langsung mencabutnya seketika. Maka puasanya sah.”[4]
[5] Suami boleh mencumbu istrinya asalkan ia mampu menahan agar tidak melakukan hubungan seksual. Jika keluar madzi maka ini dimaafkan menurut pendapat terkuat karena di luar kemampuannya. Tetapi jika tidak mampu menahan, sebaiknya tidak mencumbu istri
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ ، وَهُوَ صَائِمٌ ، وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لإِرْبِهِ .
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mencium dan mencumbu istrinya sedangkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan berpuasa. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan demikian karena beliau adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya.”[5]
[6] Secara medis, berhubungan badan suami-istri merupakan suatu kebutuhan primer yang menyehatkan baik secara fisik maupun mental.
Jadi, berhubungan badan jangan sampai ditinggalkan ketika bulan Ramadhan. Berbagai macam hormon kebahagiaan semisal endorphin dilepaskan ketika berhubungan badan sehingga menyehatkan.
Bahkan ulama menjelaskan bahwa jima’ (berhubungan badan) yang sah adalah syahwat yang paling disukai oleh para nabi dan orang orang shalih
Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata,
اعلم أن شهوة الجماع شهوة أحبها الأنبياء و الصالحون, قالوا لما فيها من المصا لح الدينية و الدنيوية, و من غض البصر, و كسر الشهوة عن الزنا, و حصول النسل الذي تتم به عمارة الدنيا و تكثر به الأمة إلى يوم القيامة. قالوا: و سائر الشهوات يقسي تعاطيهم القلب, إلا هذه فإنها ترقق القلب
“ketahuilah bahwa syahwat jimak adalah syahwat yang disukai oleh para nabi dan orang-orang shalih. Mereka berkata, karena padanya terdapat berbagai mashalat agama dan dunia berupa menundukkan pandangan, meredam syahwat dari zina dan memperoleh keturunan yang dengannya menjadi sempurna bangunan dunia dan memperbanyak jumlah umat islam. Mereka berkata, semua syahwat bisa mengeraskan hati jika ditunaikan kecuali syahwat ini, karena bisa melembutkan hati.”[6]
[7] Meninggalkan total berhubungan badan suami-istri selama bulan Ramadhan tidak dianjurkan.
Bahkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa puasa membuat hormon seksual lebih meningkat. Karena ini adalah kebutuhan primer, bagi beberapa orang bisa menbuat pikiran menjadi tidak tenang, rasa pusing sedikit dan kurang konsentrasi
[8] Berhubungan badan suami-istri bisa atur waktunya
Waktunya bisa malam hari setelah tarawih atau menjelang sahur, suami istri bisa sahur lebih awal dan menyisakan waktu yang cukup untuk hal ini
[9] Berhubungan badan kilat atau cepat bisa menjadi opsi
Mungkin karena waktu yang terbatas atau faktor lainnya, hal ini bisa dilakukan sebagai pilihan. Intinya adalah respon emosi dan saling mencurahkan kasih sayang, karena jima’ tidak hanya sekedar pertukaran energi fisik tetapi juga pertukaran kasih sayang suami-istri.
[10] Tetap makan yang bergizi, minum cairan yang cukup dan lakukan olahraga
Karena berhubungan badan juga termasuk olehraga ringan di mana ada ilmuan menyamakan kalori yang dibakar dengan bermain tenis meja berdua satu ronde. Sehingga butuh juga energi dan masukan gizi yang cukup dan mendukung. Tetap minum air 8 gelas sehari atau 1,5-2 liter.
1.Segelas ketika berbuka
2.segelas ketika pulang shalat magrib
3 segelas sebelum berangkat shalat isya,
4.segelas ketika pulang shalat tarawih
5.Segelas sebelum tidur
6.Segelas ketika bangun sahur
7.Segelas ketika sahur
8.segelas ketika menunggu adzan subuh
Demikian semoga bermanfaat
@Laboratorium RS Manambai, Sumbawa Besar – Sabalong samalewa
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
[1] HR. Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 1111
[2] Majmu’ Fatawa bin Baz 15/308, bisa diakses juga di: http://www.binbaz.org.sa/mat/540
[3] HR. Muslim no. 1109
[4] Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzzab 6/316, Darul fikr, Beirut, Syamilah
[5] HR. Bukhari no. 1927 dan Muslim no. 1106
[6] Syarh Al-Arbain An-Nawawiyah hal 91, Darul Aqidah, Koiro
Artikel asli: https://muslimafiyah.com/10-hal-terkait-berhubungan-suami-istri-di-bulan-ramadhan-syariat-dan-medis.html